aidilfk

olahraga

Sabtu, 23 Februari 2013

SOSIOLOGI OLAHRAGA, AGRESIFITAS DALAM OALHRAGA



 AGRESIFITAS  DALAM OLAHRAGA
A.   LATAR BELAKANG MASALAH
Rasanya tidak ada bidang kehidupan manusia, kecuali teknologi dan alat komunikasinya, yang telah mendekatkan benua-benua dan Negara-negara di dunia ini yang sehebat olahraga. Olahraga telah menjadi fenomena manusia sejagad tanpa memperhatikan perbedaan suku, agama, ras, dan aliran politik maupun golongan tertentu (SARA). Olahraga merupakan wahana yang paling efektif untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan antar bangsa, pejabat dengan pejabat, pejabat dengan masyarakat, antara bawahan dan atasan. Ini terjadi karena ketika atlet(pemain) yang bertanding di lapangan tidak membawa pangkat dan jabatan.
Sejarah membuktikan, olahraga sanggup memelihara suasana persahabatan dalam hitungan abad. Ketika dunia politik masih belajar demokrasi, olahraga sudah lumayan demokratis dan egaliter. Tatkala manajemen memerlukan berbagai regulasi dan etika tertulis, olahraga lancer-lancar saja hanya dengan kesepakatan dan kelaziman. Begitu pula persaingan bebas dan kompetisi yang seimbang dan fair.Undang-undang RI No. 3 (2005) Olahraga nasioanal bertujuan “ memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportifitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat dan kehormatan bangsa.
Rasanya semakin jelas bahwa olahraga merupakan wahana menumbuh-kembangkan wawasan kebangsaan yang bermuara pada rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan. Cholik Mutohir( 2002:37) Menyatakan rasa kebangsaan merefleksikan bahwa seseorang bukan hanya merupakan bagian dari masyarakat bangsanya, akan tetapi sekaligus mengandung unsur  loyalitas untuk menjaga integritas dan identitas bangsa. Paham kebangsaan merupakan suatu dorongan dan sekaligus tuntutan di dalam mentransformasikan rasa kebangsaan menjadi pagar-pagar kemajuan maupun pergeseran social yang diacu oleh mordenisasi. Sementara semangat kebangsaan adalah semangat bela Negara yang kadarnya sangat ditentukan oleh penghayatan rasa kebangsaan dan paham kebangsaan.
Hakikat olahraga selalu mengajarkan budaya sportifitas dan persahabatan, membentuk jiwa korsa yang kuat, yang menjadi landasan yang kuat bagi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. Manusia yang sportif, rendah hati dan bersahabat adalah manusia yang akan menimbulkan suasana yang kondusif untuk bekerja sama. Dalam kaitan ini, olahraga merupakan salah satu unsur penting pembangunan dalam rangka pembinaan dan pembentukan karakter bangsa. Indonesia. Singkatnya, olahraga akan memnbentuk manusia dengan kepribadian dan watak yang sehat.
Apa yang menjadi kecenderungan selama ini yakni sejak lama timbul gejala agresifitas pada pertandingan antar sekolah. Bahkan sering terjadi peristiwa keributan pada perlombaan antara kelas di suatu sekolah. Agresifitas yang timbul, bukan saja pada pemain atau atlet, tetapi juga pada penonton. Untuk mengurangi kericuhan dan agresifitas yang timbul, maka pertandingan diluar lingkungan sekolah sendiri sangat dibatasi. Bahkan pertemuan kelas, yang bisa menyebabkan agresifitas juga ditiadakan. Akhirnya siswa tidak memperoleh kesempatan mengukur kebolehan, kemampuan mereka dalam olahraga. Mereka juga tidak menumbuhkan sifat dan sikap sportif, akibatnya mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada kekurangan-kekurangan pada dirinya, dan tidak ada usaha peningkatan kemampuan dan kecakapan lain.
Jarang sekali, atau mungkin tidak pernah terdengar berita timbulnya agresifitas pada pertandingan atletik. Sebalinya pertandingan olahraga beregu pria, misalnya sepakbola sering terganggu oleh kericuhan penonton dan pelanggaran oleh pemain. Uji kemampuan pada olahraga beregu tidak hanya diselingi oleh kekrasan fisik antar pemain, tetapi sering diakhiri dengan kekerasan penonton. Peristiwa bentrokan fisik pada pertandingan ataupun seusai pertandingan terjadi dimana-mana. Apakah ini berarti bahwa untuk mencegah timbulnya bentrokan fisik dan kericuhan petandingan olahraga beregu harus ditiadakan?


B.   Masalah.
Bila melihat pandangan mengenai hubungan olahraga dan agresifitas, maka perlu mengarahkan pemikiran dan pembahasan pada permasalahan:
1.    Apakah olahraga bisa mengurangi agresifitas pada atlet dan penonton?
.

C.   Pembahasan.
1.    Pola laku agresif dan agresifitas.
Pada beberapa cabang olahraga tertentu sering diperlukan sikap agresif, pola laku agresif, dimana atlet menunjukkan usaha yang aktif, menyusun berbagai strategi untuk menguasai permainan dan mencapai kemenangan. Sikap agresif ini belum berarti bahwa atlet dalam permainannya melakukan pola laku khusus untuk mencelakakan pihak lawannya agar tidak sanggup meneruskan permainan atau cukup cedera sehingga mengurangi mutu permainan lawan.

Singgih (1989:185) Agresifitas berhubungan erat dengan kekerasan fisik yang bertujuan mengurangi kondisi fisik pihak lainnya agar dapat memastikan kemenangan. Kekerasan fisik sering berkaitan dengan pelanggaran terhadap peraturan permainan dan pertandingan, terutama pada cabang olahraga beregu, sedangkan pada cabang olahraga perseorangan jarang terjadi agresifitas atau kekerasan fisik lainnya.

Pada pertandingan olahraga beregu dan professional, kekrasan fisik juga terjadi antar penonton. Pertandingan olahraga bisa menjadi pertunjukan yang hebat bagi penonton, sponsor dan pihak-pihak lain yang bisa memperoleh keuntungan besar dari kemenangan regu yang diunggulkan.

Dari uraian diatas bisa dikemukakan beberapa sebab agresifitas:
I.              Sebab yang berasal dari luar pertandingan.
a.    Berpangkal pada kombinasi alieansi dan anomi social: Olahraga professional di kota besar sering mengundang kekerasan, agresifitas, karena jarak sosial yang besar antara penggemar dan atlet top menimbulkan rasa terasing dan anomi social, sehingga pembatasan social, norma yang mengendalikan perilaku pribadi memburuk.
Sering juara dan pahlawan olahraga tinggal di perumahan, pemukiman bahkan daerah khusus yang bersifat pribadi. Terpisah dari para penggemar mereka bisa menimbulkan perasaan terasing. Alhasil timbul suatu anomi: suatu sikap acuh tak acuh yang tak berperasaan terhadap tingkah laku dan dorongan untuk perbuatan dan perilaku agresif di lapangan.
b.    Acapkali terlihat ada factor-faktor lain yang menambah permusuhan antara dua regu yang berlawanan, berpangkal dari pertentangan –pertentangan yang sudah ada. Jurang perbedaan kelas, asal usul dan lain sebagainya, menimbulkan persaingan dan membangkitkan rangsangan untuk berbagai macam perbuatan dan pola laku yang tidak bisa di benarkan terhadap regu lawannya.
II.            Sebab yang timbul dalam arena pertandingan.
  1. Mencari ketegangan:
Penonton dan penggemar olahraga yang sudah jemu dengan olahraga biasa mencari ketegangan baru yang hebat pada cabang oalhraga tertentudan pertandingan. Penyiar bisa mengajak penonton melibatkan diri, membangkitkan semangat mereka sam[ai memuncak dan meluap. Rangsangan emosi sedikit saja, seperti kekecewaan karena kalah, sudah bisa menimbulkan agresifitas baik pada atlet untuk mengejar hasil yang lebih baik maupun pada penonton sebagai pelampiasan.
  1. Olahraga sebagai pengganti perang.
Perang merupakan bentuk agresifitas yang sudah ditentang secra internasional. Pada beberapa cabang olahraga istilah ketentaraan sering dipakai secara resmi: Misalnya kapten regu, peyerangan kedaerah musuh bukan berarti terjadi peang tetapi penyerangan dalam arena pertandingan.
Permusuhan merupakan penyebab timbulnya keributan dan kekerasan pada olahraga dan pertandingan. Beberapa factor keadaan bisa menimbulkan dorongan agresif untuk “menyerang”. Ancaman pelatih dan wasit sering menimbulkan pertentangan pada penonton.
Singgih (1989:187) Menyatakan factor yang mempercepat timbulnya keributan dan kekerasan:
1.    Penggemar tidak realistis terhadap penampilan regu, harapan terhadap regu terlalu tinggi.
2.    Ikatan yang kuat antara penggemar dan regu pujaannya.
3.    Hasil penampilan regu pada pertandingan sangat berbeda.
4.    Wasit dan official kurang kompeten, terlalu memihak pada salah satu regu yang bertanding.
5.    Permainan regu yang mencapai prestasi rendah akan menambah ketegangan, sebaliknya prestasi yangtinggi akan mengurangi ketegangan.
6.    Banyak pelanggaran pada permulaan pertandingan.
Dari pengamatan berbagai pola laku agresif dan agresifitas bisa disimpulkan: Agresifitas merupakan pola laku permusuhan yang diwujudkan dalam penyerangan atau dalam bentuk mempermainkan, menggoda orang lain. Agresifitas merupakan suatu pola laku usaha ditandai keberanian dan semangat tinggi untuk mengejar suatu tujuan.
Agresifitas merupakan dorongan alami yang wajar dan perlu penyaluran untuk mencegah timbulnya kecenderungan permusuhan. Supaya kecenderungan permusuhan bisa dinetralisasikan, agresifitas harus diarahkan ke tujuan-tujuan yang tidak membahayakan dan aman. Oleh karena itu diperlukan pertandingan olahraga untuk menetralisir kecenderungan permusuhan dengan cara-cara yang bisa diterima.
Selanjutnya dibedakan perilaku agresif dan bukan agresif:
1.    Pemilihan perilaku: pola laku agresif merupakan perbuatan yang kelihatan (overt) baik yang bersifat fisik atau lisan, yang bisa melukai saasran (tujuan) secara jasmani ataupun psikis.
2.    Maksud tujuan: Seorang yang berperilaku agresif  bermaksud melukai sasaran-obyeknya.
3.    Pola laku agresif bersifat pribadi bisa ditujukan kepada diri sendiri atau orang lain.

Singgih (1989:191) menyatakan pola laku agresif bisa dikelompokkan menurut arah tujuan dan penguatan primer.
A.   Pola laku agresif menurut arah tujuan:
1.    Agresif intrapunitif adalah agresifitas yang ditujukan kepada diri sendiri.
2.    Agresifitas ekstrapunitif adalah agresifitas yang ditujukan kepadaorang lain.
B.   Pola laku agresif menurut penguatan primer (primary reinforcement):
1.    Agresifitas permusuhan merupakan agresifitas yangditujukan untuk melukai sasaran. Bila tujuan sudah dicapai maka terjadi penguatan (reinforcement)
2.    Agresifitas instrumental merupakan agresifitas yang mencakup maksud melukai saasran, akan tetapi melukai saasran bukan merupakan penguatan primer, melainkan sesuatu diluarnya, seperti hadiah, kemenangan, prestise, dan lain sebagainya. Agresifitas instrumental merupakan alat menuju ke tujuan.

Pada olahraga kedua bentuk agresifitas bisa diwujudkan dalam satu kesempatan yang sama. Pada pertandingan tinju akan nampak usaha kedua petinju agar menang. Ada pukulan yang bertujuan melukai atau melemahakan penyerangan lawannya. Usaha melukai dan melemahkan lawannya itu bukan tujuan akhir. Tujuannya adalah kemenangan yang terpampang di belakang lawan yang telah knock out.

Agar akibat penyaluran agresifitas terhadap laewan atau regu lawan tidak terlalu parah, berat,luka fisik, maka disusun berbagai peraturan dan hukuman terhadap agresifitas yang melampaui batas. Pada beberapa cabang olahraga pola laku agresif tertentu diperbolehkan. Tetapi adanya pola laku yang memberi kesan agresif bukan berarti semua pola laku pada cabang tersebut tergolong dalam perilaku agresifitas. Bahkan seringkali pola laku pada cabang olahraga tertentusudah dianggap agresifitas, misalnya pada tinju, tetapi yang terlibat dalam pertandingan itu tidak selalu agresif karena kurang melakukan penyerangan, dan hanya defensive saja.

Samsu Yusuf (2007:135) Menyatakan Ketika “ self-efficacy” tinggi, kita merasa percaya diri bahwa kita dapat melakukan respon tertntu untuk memperoleh reinforcement. Dengan kata lain pola laku agresif merupakan perilaku yang dipelajari melalui peniruan dan ganjaran. Ada pola laku yang cepat dipelajari melalui proses belajar. Pola laku agresif bisa dipelajaridengan mengamati perilaku agresif dan pengalaman perilaku tersebut. Mengamati perilaku agresif bisa menyebabkan timbulnya kebiasaan-kebiasaan agresif. Perilaku yang dicontohkan dipelajari sesuai dengan contohnya. Baik atlet maupun penonton bisa menjadi model untuk pola laku agresif. Kekerasan bisa dianggap sebagai penyelesaian untuk konflik, lebih-lebih bila kekerasan diperbolehkan. Orang yang sering melihat kekrasan bisa tidak acuh terhadap akibatnya. Lama kelaman melihat model agresif akan memperkuat kebiasaan dan meluaskan perilaku agresif.

Selain kemarahan, emosi lainnya juga bisa meningkatkan agresifitas. Dengan demikian kemarahan dan kekecewaan bisa menimbulkan agresifitas. Olahraga sering menikkan tingkat aktivasi melalui aneka ragam emosi dan tanda-tanda agresifitas, sehingga memungkinkan timbulnya agresifitas pada atlet maupun penonton. Seringkali atlet dan penonton berperan dalam merangsang timbulnya penyaluran agresifitas, dengan cara: atlet dan penonton dalam pertandingan melakukan tingkah laku agresif tanpa perasaan bersalah. Bahkan agresifitas dibenarkan dalam usaha mencapai kemenangan dan tujuannya. Dengan demikian terjadi perubahan dalam penilaian dan pikiran mereka, yakni perilaku agresif tidak lagi menimbulkan perasaan bersalah, tidak dihukum, tidak dianggap sebagai pelanggaran melainkan dibenarkan.

Tentang tingkah laku agresif atlet bisa disimpulkan bahwa agresifitas itu tidak sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atlet. Tingkah laku agresif erat kaitannya dengan sifat olahraga. Singgih (1989:194) Menyatakan sifat olahraga bisa dibagi tiga: a. Olahraga dengan adu kekuatan. b. Olahraga dengan sentuhan kontak. c. Olahraga tanpa sentuhan-tanpa kontak. Pada olahraga dengan adu kekuatan, tingkah laku agresif tertentu merupakan bagian cabang olahraga tersebut, misalnya tinju. Olahraga dengan sentuhan kontak adalah cabang olahraga dimana sentuhan badan, kontak bagian tubuh diperbolehkan dalam batas-batas tertentu, sehingga tingkah laku agresif yang ringan masih bisa di toleransi. Pada cabang olahraga kontak, gerakan dan sentuhan yang secara sadar ataupun tidak dapat  mengganggu permainan lawan, mematahkan perlawanan atlet. Olahraga ini memeri peluang lebih besar akan timbulnya tingkah lau agresif. Olahraga tanpa sentuhan- kontak adalah cabang olahraga dimana hamper tidak ada kesempatan untuk bersentuhan-kontak dengan atlet lainnya, mak tidak ada peluang bagi tingkah laku agresif.

Tingkah laku agresif atlet juga dipengaruhi oleh sifat-sifat atlet dan latar belakang kehidupan social. Norma dan nilai-nilai yang dimiliki atlet dan diperolehnya secara turun temurun melalui proses sosialisasi, ikut menentukan pola permainan. Sistim norma dan nilai atlet menentukan pertimbangan pada waktu membuat perhitungan tingkah laku agresif atau tidak, melanggar peraturan atau tidak. Kontrol sosial, pengawasan dan partisipasi masyarakat berperan dalam pengendalian tingkahlaku atlet dan tingkah laku penonton. Tingkah laku agresif atletik dan penonton baik pada cabang olahraga sepak bola atau cabang olahraga lainnya erat berhubungan dengan norma dan nilai yang mendasari sikap mereka. Ternyata bahwa sikap mereka yang “sok” sifat berani mengambil resiko melakukan tindakan berbahaya, sering merupakan penyebab tingkah laku agresif.

Olahraga bisa menyalurkan tingkah laku agresif baik secara positif sesuai dengan sifat olahraga dan peraturan, maupun secara negative dalam bentuk pelanggaran terhadap peraturan maupun luapan emosi pelanggaran. Olahraga amat diperlukan bagi perkembangan seseorang, khususnya untuk kelancaran kebersamaan hidup. Usaha untuk menekan timbulnya tingkah laku agresif yang negatif itu perlu, agar dapat di cegah akibat sampingan, misalnya perusakan sebagai luapan emosi atau tingkahlaku instrumental.

Alternatif pemecahan masalah
Tindakan agresif dengan kekrasan yang dapat melukai pemain jelas perlu dikendalikan atau di batasi sehingga terpelihara prinsip-prinsip sportifitas dan tujuan berolahraga pada umumnya. Tindakan pengendalian tersebut tidak hanya tertuju pada pemain, tetapi juga para pelatih dan lingkungan (penonton) yang ikut berperan mempengaruhi kemungkinan terjadinya tindak agresif dengan kekrasan yang menyimpang dari peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindak kekerasan yang agresif yang menyimpang dari ketentuan, Richard H. Cox (1985) dalam Sudibyo (2002: 55) mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
1.    Atlet-atlet muda harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2.    Atlet yang terlibat tindakan agresif harus di hokum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
3.    Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat tindakan agresif dengan kekrasan harus diteliti dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.
4.    Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan di lapangan pertandingan harus dihindarkan.
5.    Para pelatih dan wasit di dorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarya-lokakarya yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.
6.    Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekrasan, atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7.    Penguasan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekrasan harus dilatih secara praktis, antara lain melalui latihan mental..

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

Olahraga merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tingkahlau yang agresif dan kekrasan, dan bukan merupakan penyebab kerusuhan. Olahraga bagi penonton dan atlet bisa menambah kenyamanan hidup dan mengurangi ketegangan baik terhadap orang lain maupundalam diri sendiri. Olahraga merupakan metode yang efektif untuk memupuk sifat sportif dan bersahabat. Peranan olahraga dalam kebersamaan dapat disimpulkan:
1.    Olahraga dan peraturan-peraturannya mempengaruhi orang, sehingga dapat belajar hidup dengan peraturan, tertib ddamai. Melalui peraturan olahraga, peraturan permainan, orang belajar mengatasi disorganisasi social, yang merupakan sumber utama tingkah laku agresif.
2.    Melalui Olahraga, anak-anak dan remaja memperoleh latihan hidup diatur dengan peraturan, yang kelak sangat penting.
3.    Melalui olahraga orang belajar menguasai agresifitas dengan 2 cara Yaitu:
a.    Inhibisi : Hambatan larangan dan rintangan terhadap tingkah laku agresif. Membentuk kebiasaan, tidak adu kekuatan, tidak melakukan tingkah laku agresif, tidak berkelahi.
b.    Melihat peristiwa yang menimbulkan persaingan, perkelahian sakit hati, dan memranginya dengan belajar menahan diri terhadap perangsangan kearah tingkah laku agresif
4.    Partisipasi dan berolahraga sejak usia muda memberikan kebiasaan disiplin, yang mendasari hidup bermasyarakat.
Usaha prefentif terhadap tingkah laku agresif penonton dan atlet dilakukan dengan dua cara:
1.    Umum: Melalui jalur pendidikan moral formal dan informal mengembangkan nilai dan norma. Menciptakan suasana pendidikan di sekolah yang menyenangkan, membahagiakan dan memuaskan. Menerapkan bimbingan dan penyuluhan disekolah agar frustasi bisa diatasi dengan baik, siswa remaja menjadi remaja yang wajar, orang dewasa bisa mengendalikan diri dan tingkah lakunya.
2.    Khusus: melalui pembinaan atlet, khususnya kepribadian atlet. Atlet perlu mengalami internalisasi peraturan cabang olahraga yang ditekuni. Peraturan harus mendarah daging pada atlet. Atlet harus memperoleh dan memiliki norma, sistim nilai yang mulia dan kuat, mendasari tingkah laku. Hal ini diperolehnya melalui bimbingan dan penyuluhan pembinaan mental secara indifidual.




Saran
1.    Wasit
Dalam mengambil keputusan hendaknya selalu berpegang dengan aturan yang ada. Tidak memihak pada salah satu regu.
2.    Pembina dan pelatih
Dalam menganjurkan untuk bermain agresif, Pembina dan pelatih harus memberikan arahan kapan dan bagaimana cara yang tepat agar tidak menimbulkan hal negative dan melukai lawan.
3.    Atlet.
a.    Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri, agar dapat selalu mengontrol diri.
b.    Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu patuh pada peraturan dan tunduk pada wasit serta dapat mempertanggung jawabkan tindakannya

Daftar Rujukan

Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga RI. 2005. Undang-undang RI No.3 Tahun     2005, Tentang Sistim Keolahragaan Nasional. Jakarta. Kemenegpora.

Singgih d. Gunarsa (1989) Psikologi Olahraga. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Sudibyo Setyobroto (2002) Psikologi Olahraga. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.

Syamsu Yusuf. LN. (2007) Teori Kepribadian. PT Remaja Rosda Karya. Bandung

Toho Cholik Mutohir (2002) Gagasan-Gagasan Tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Unesa University Press.




1 komentar:

  1. Menangkan Jutaan Rupiah dan Dapatkan Jackpot Hingga Puluhan Juta Dengan Bermain di www(.)SmsQQ(.)com

    Kelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
    -Situs Aman dan Terpercaya.
    - Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
    - Proses Setor Dana & Tarik Dana Akan Diproses Dengan Cepat (Jika Tidak Ada Gangguan).
    - Bonus Turnover 0.3%-0.5% (Disetiap Harinya)
    - Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
    -Pelayanan Ramah dan Sopan.Customer Service Online 24 Jam.
    - 4 Bank Lokal Tersedia : BCA-MANDIRI-BNI-BRI

    8 Permainan Dalam 1 ID :
    Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar66

    Info Lebih Lanjut Hubungi Kami di :
    BBM: 2AD05265
    WA: +855968010699
    Skype: smsqqcom@gmail.com

    BalasHapus